Hujan baru saja reda, meninggalkan titik air di helai-helai daun bunga bougevil ungu yang sengaja di tanam di sepanjang gang bougenvil. Tanah merah yang becek dan lengket tak menghentikan langkahku menuju rumah yang dulu pernah ku kunjungi setahun yang lalu.
Aku sampai di gerbang rumah bercat hijau dengan pagar besi yang cat putih yang sudah mulai mengelupas. Sesaat aku tertegun menatap rumah yang seakan tak berpenghuni tampak dari luar. "Apakah penghuninya sudah pindah? Atau penghuninya sedang tak di rumah?" Tanyaku dalam hati.
Walau rasa ragu aku memutuskan menekan tombol bel yang sengaja dipasang di pintu gerbang. Kutunggu beberapa menit belum ada tanda-tanda penghuni rumah menyambut kedatanganku. Suasana sangat hening. Jarak antara pintu gerbang dengan pintu utama rumah mungkin tujuh atau delapan meter yang pasti halaman cukup luas.
Aku berfikir untuk mengulangi menekan bel yang kedua kalinya, tapi aku urungkan. "Lebih baik aku telpon saja," batinku.
Baru saja aku hendak membuka tas ranselku untuk mengambil hanphoneku, tiba-tiba pintu rumah terbuka. Seorang perempuan mengenakan dress berwarna biru dengan kunci gembok ditangannya.
"Maaf membuatmu menunggu lama di situ."
"Tidak apa, aku sudah terbiasa menunggu."
Rina membuka pintu gerbang, "masuklah!"
"Terima kasih."
Aku mencoba menggesekan sepatu kets ku di paping block, "maaf sepatuku membawa tanah merah yang becek."
"Tidak apa, aku tahu persis gang yang kau lewati memang tanah merah yang becek." Ku lihat senyum ramahnya masih seperti dulu.
Aku berjalan di belakang Rina, mengikuti langkahnya. Kami berjalan di lantai keramik yang mampu memantulkan bayangan kami. "Duduklah, akan kubuatkan minuman untukmu ... " Rina merapihkan taplak meja yang sempat tersenggol saat dia melintasi meja. "Oh iya, mau minum apa?" Lanjutnya.
"Cuaca di luar membuatku ingin minum teh hangat, itu bila kau tak keberatan." Aku meletakkan tas ranselku di atas meja yang ada dihadapanku.
"Tidak, tentu saja aku tidak keberatan, kau tunggu sebentar Sopian."
Ku ikuti Rina yang menghilang di balik dinding pemisah antara ruang tamu dan ruang lainnya dengan pandanganku. Sementara aku menunggu Rina, ku amati lukisan yang tergantung di dinding pemisah ruangan. Lukisan besar bergambar danau dan sepasang burung bangau."Tidak banyak berubah," batinku.
Ruang tamu yang cukup luas, di sudut ruangan ada tiga buah guci putih bersusun dengan ukuran dari yang tinggi hingga yang rendah. Tampak wanita cina yang cantik sedang memegang kipas.
Tak lama Rina muncul dengan seorang perempuan paruh baya dengan nampan kayu ditangannya dan dua cangkir teh segera ia sajikan di meja. "Apakhabar bik?" Tanyaku.
"Baik nak Sopian, lama tak datang."
"Ya bik." Jawabku singkat.
Rina duduk tepat di kursi yang ada di depanku dan mempersilahkan aku minum, " minumlah selagi hangat."
Aku mengangkat cangkir teh keramik berwarna putih. Rina menggigit biskuitnya perlahan suasana sangat hening.
"Rina, bagaimana dengan tawaranku?" Setelah kusesap teh hangatku beberapa tegukan.
"Tidak, belum memikirkannya."
"Kenapa Rin?"
"Aku tak berminat Sopian."
"Wah, sayang sekali padahal aku tahu engkau mampu Rin."
"Terima kasih, aku sudah tidak tertarik untuk kuliah, Sopian ..., maaf."
"Aku masih ingat impianmu, bagaimana kau bisa sampai ke Prancis? Semangatmu mengendur Rin."
"Tak masalah, aku sudah lama mengubur impianku."
"Aku ingin hidupmu lebih baik Rin."
"Sudahlah kita bicara hal lain saja. Aku sudah tidak tertarik untuk kuliah titik!"
"Kau keras kepala!" Sopian menyesap kembali teh yang sudah mulai dingin.
"Aku merasa hidupku sekarang lebih tentram, itu yang aku butuhkan."
"Baiklah, oh iya bagaimana dengan novelmu?"
"Aku tak ingin membahas pekerjaanku, ceritakan saja tentang pekerjaanmu tuan Sopian."
"Ayolah Rin, aku datang karena kau teman baikku."
"Kalau kau masih menganggapku teman baik, kita bahas hal lain saja, bagaimana tuan Sopian?"
"Haha ..., dua kali kau panggil aku dengan sebutan 'tuan' apa yang ada dalam pikiranmu ?"
"Kau tak suka? Baiklah! Novelku hanya jadi setengah, entahlah mungkin otakku berhenti berimajenasi."
"Karenanya, ayolah terima tawaranku Rin, aku yakin kau bisa berkembang lagi nantinya."
"Tidak, sebagai teman baik aku minta maaf dan sebagai teman baik pula aku akan mengundangmu secara langsung."
"Rin, apa maksudnya? Undangan apa?"
"Aku mengundangmu ..., untuk datang di hari pernikahanku."
"Aku tidak salah dengarkah?"
"Aku yakin indera pendengarmu masih normal Sopian."
"Rin, siapa lelaki beruntung itu?" Bibir Sopian gemetar.
"Ruli."
"Ruli ... Ruli ... Ruli oh ya Ruli teman SMU kita itu? Dimana Ruli sekarang? Aku tidak pernah jumpa setelah perpisahan sekolah?"
"Datanglah di hari pernikahan kami, ini undangan untukmu." Rina menyodorkan kartu undangan berwarna biru muda.
"Hem, baiklah semoga kalian menjadi pasangan yang bahagia." Sopian memegang kartu undangan tanpa membukanya.
"Aamiin, terima kasih."
"Rasanya sudah saatnya aku mohon diri, maaf telah menyita waktumu."
Beberapa saat Aku pandangi wajah perempuan yang berdiri dihadapanku. "Aku kehilanganmu Rin," batinku berbisik.
"Setahun aku menunggu dan jawabanmu tetap sama tidak ingin kuliah. Kini kau telah memutuskan pilihan hatimu doaku tetap yang terbaik untukmu sebagai teman baikmu." Sopian menjabat tangan Rina. Hanya Tuhan yang tahu apakah ini pertemuan yang terakhir kali dengan Rina.
Perlahan Rina melepaskan tangan Sopian. Senyum Rina di balas oleh Sopian. Rina membiarkan telaga bening mengalir membasahi pipinya.
Aku berjalan bersisian dengan Rina. Jejak tanah merah yang becek tertinggal di paping block masih terlihat jelas saat aku meninggalkan rumah bercat hijau di sore itu.
Aku terharuuuu Mbak hikss..
BalasHapusterima kasih mbak Wahyu
HapusKalau terharu ya ngangis aja mbak Wahyui W!
Hapushaduh jangan nangis dong nanti saya ketempuhan hehe
HapusIni di tinggal nikah seorang teman atau gimana ya ? udah baca bolak balik kok masih sulit untuk memberikan pernyataan. kurang kopi gagal fokus hehehe apaa kabar yang punya blog ini?.
BalasHapushehe silahkan ngopi dulu
Hapusalhamdulillah khabar baik
Mungkin sopiah belum berjodoh dengan rina, ah lupakan kenangan masa lalu yang kelam itu.
BalasHapusSebaiknya kita ambil gelas dan buat secangkir kopi agar pikiran kita fresh kembali 😂
sip Pak Indra
Hapuskopi hitam dengan sedikit gula pas banget
Mari kita ngopi,
Hapustos dulu mbak hehe
Hapuso gitu kisah tanah merah yang beceknya ya, kirain tanah becek lalu naek ojeg, nggak taunya nggak ya....ya udah tamat pulak
BalasHapushaha, tanah merah yang becek ala Maya nih mang Lembu nggk naik ojek takut sama mang Lembu si tukang ojek haha
HapusKalau liat yang becek biasanya mang lembu ingat sesuatu, tapi gak tahu apaan, xixi..
Hapustanah becek untuk membuat tembikar kang Maman
Hapushehe
Jejak tanah merah yang becek bisa juga menyimpan kenangan, bisa yang indah atau sebaliknya ya mbak...
BalasHapusada kenangan yang tertinggal, tapi perlahan waktu akan menghapusnya
Hapusbegitulah kira-kira kang Maman
ya.. yaa.. salah satu cara agar kenangan tetap abadi adalah dengan menulis artikelnya di bliog ya mbak...
Hapusnah terjawab sudah pertanyaan yang sering muncul
Hapushehe
Tuan Sopian dan Rina kayaknya sama2 suka ya kaka? Tapi kok gk pacaran, kenapa ya kaka? Padahal kan sama2 belum nikah (kayaknya..)
BalasHapusPlis dong kaka dijelasin kenapa sama2 belum nikah dan sama2 suka tapi kok gk jadian? Kenapa cuma temenan aja? Ada apa ini kaka? Apa aku perlu minum kopi dulu biar ngerti?
hehe, jadi makin fasih dengan panggilan kaka ok lah tak masalah dengan itu
HapusTuan Sopian ingin Rina untk kembali stydy, menunggu lama dan jwbnnya Rina sll menolak, usia semakin bertambah semangatpun sdh tdk ada lagi utk study, padahal Tuan Sopian menaruh harap pd Rina
Ia nih admin juga butuh kopi, mentok imajenasi sampai disitu
haha
Lagian Tuan Sopiannya juga sih kaka.. suka bukannya bilang tapi yg di bahas soal study melulu, memang apa yg dia kuatirkan.. Rina kan masih single to? Jangan2 sampai sa'at2 terakhir pun dia belum pernah ngungkapin? Ah payah..
HapusMakin fasih ya kaka? Tapi kaka suka kan? Hehe.. Ok kalau gt tak bawa 'kaka'nya kemana2, iya buat kaka aja kok..
yah namanya cerita abal-abal
Hapushehe
ya udah kalau gitu di panggil ade jgn protes ya?
Judulnya Tanah merah yang becek. maksudnya apa yah!
BalasHapusTanah merah yang becek, maksudnya bisa meninggalkan jejak tapi cuma sebentar lalu hilang
Hapuscuma gitu aja kok mbak
Seneng komen dio sini, soalnya komen langsung muncul, tidak dimoderasi dulu
BalasHapussilahkan di komentari mbak
Hapushehe
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusrajin banget bikin postingan mbak maya .... lanjutkan..
BalasHapusTop markotop.
BalasHapusAlur ceritanya membuat tanda tanya besar bagi para pembaca. Dan membuat pembaca harus memutar otak untuk menemukan sesuatu yang ada dalam cerita.
Keren....