Kamis, 08 Desember 2016

Awan Hitam Bergeming di Langit Malam

12 comments

Awan Hitam Bergeming di Langit Malam (foto pixabay)

Awan Hitam Bergeming di Langit Malam


Dewo melihat jam dinding yang tergantung di bilik kamarnya. "Pukul dua belas malam," gumannya.

Sejurus ia mengambil jaket berwarna hitam dan langsung memakainya. Dewo menuju teras rumah, angin malam menusuk tulang sum-sumnya, gemeretak sendi-sendi merasakan tiupan angin malam.

Waktu seakan lamban berjalan. Ia melangkahkan kakinya menyusuri gang menuju jantung kota kecil tepat ia tinggal. Suasana lengang dan dingin yang membuat gigil tak menghentikan langkahnya.

Terngiang percakapannya dengan ibu sore menjelang senja kemarin. Di teras rumah sambil menikmati teh hangat bersama bundanya. Percakapan yang begitu hangatnya, tiba-tiba suara bunda meninggi dan menusuk hati. Setelah Dewo menceritakan wanita pilihan hatinya.

”Kau sudah buta Dewo! Apa yang kau lihat dari wanita seperti itu! Kau mau menikah dengan janda yang sudah punya anak! Apakah Ibu tidak salah dengar?”

Dewo menatap mata Ibundanya. Ada danau kasih sayang yang menggenang disitu. Dewo tahu persis ibunda sangat kecewa dengan keputusannya ini.

Dewo juga tahu semenjak ayahanda sakit, ibundanyalah yang bekerja keras memenuhi semua kebutuhannya juga kebutuhan lainya dalam keluarga tempat Dewo tumbuh. Hingga Dewo menyelesaikan kuliahnya. Ibunda juga tidak pernah membiarkan semua yang dibutuhkan Dewo tidak terpenuhi.


Dewo benar-benar tidak tega melihat kesedihan dan kekecewaan  sang ibunda. Ibunda wanita yang tak boleh aku lawan, Ibunda tempatku berteduh dan mendapatkan kebahagiaan selama ini. Entah bagaimana caranya, aku ingin menjelaskan pada ibunda.


”Ibu maafkan Dewo, wanita itu bukan seperti yang ibunda duga, dia juga manusia dan dia juga sudah berpisah baik-baik dengan suaminya."


”Dewo, engkau sudah buta! Apapun  penjelasanmu, Ibu tidak setuju engkau memilih perempuan itu! Dengarkan ibu nak!"

"Ibu ..."

"Sudah! Kau sudah termakan rayuannya. Ibu tidak akan merestuimu dengan janda itu!"

Dewo terdiam. Waktunya untuk bersabar, meski hati Dewo sangat panas mendengar Ibundanya menyudutkan Susi. Bila Dewo tidak menahan diri maka akan menimbulkan kesakitan yang lebih
dalam pada sang ibunda, pikir Dewo.

Dewo sangat ingin menjelaskan panjang lebar pada Ibunda, tapi ia tahu, Ibunda pasti sangat tidak terima, bahkan ibunda bisa saja meluncurkan kata-kata pedas yang akan semakin membakar perasaan dirinya.


”Dewo, kau anak ibunda satu-satunya, jangan buat ibunda kecewa dengan keputusanmu. Apapun alasanmu! Ibu tetap tidak setuju!”

"Perempuan seperti itu, hanya akan merendahkan keluarga! Tidak ada dalam keluarga ibunda yang menikahi janda atau duda! Ingat pasti ada alasan kuat, mengapa ia ditinggalkan oleh suaminya! Ingat itu Dewo, dia itu janda dan sudah punya anak!" Lanjut ibunda sambil beranjak masuk ke dalam rumah meninggalkan Dewo.

"Ibunda ..." Suara Dewo melemah memangil ibunya, tapi ibunda tidak memperdulikannya.


”Ibunda tidak akan pernah setuju! Ibunda tidak akan pernah setuju. Ibunda tidak akan pernah setuju!"

Kalimat-kalimat itu terus mengiang dalam pendengaran Dewo, seakan terus mengikuti hembusan angin malam yang tajam. Menusuk sudut hatiku yang paling lemah. Membuat Dewo terpojok di sudut kesedihan dan kekecewaan karena sifat dan watak ibundanya yang memang teramat keras.

Hingga langkah Dewo membawanya ke jantung kota. Dewo duduk di tepi jalan pada trotoar yang menghadap dimana  tempat Susi mencari rezeki, untuk menopang kehidupannya dan gadis kecil semata wayangnya. Susi bekerja sebagai penyanyi di kafe RO.

Dewo mengeluarkan rokok dari saku jaketnya dan menyulutnya, tampak asap rokok mengepul tertiup angin malam membawanya menjauh dari pandangan Dewo.

Dewo ingin ke sana melihat senyum Susi, Ingin menikmati suaranya menatap matanya dan melihat senyum bibirnya. Mendengar suaranya. Tetapi, kalimat-kalimat Ibunda sore itu seolah-olah menahan gerak langkah Dewo.

”Tak adakah pilihan yang lebih baik bagi seorang sarjana! Untuk menjaga martabat keluarga dari pandangan-pandangan dan cibiran orang lain!"

Semakin kalimat Ibu menghunjam bagai pedang yang terus berlepasan dari udara, berburu ke arah Dewo.

”Mengertilah, Ibu. Apa Ibu percaya bahwa perempuan-perempuan lain pun akan selalu lebih baik daripada seorang janda. Hanya karena berprofesi sebagai penyanyi kafe. Bu, Susi hanya menjalani karena kerasnya kehidupan, harusnya Ibu lebih paham." Batin Dewo.

"Mengapa mereka harus kita sisihkan dan dilecehkan dalam keseharian. Haruskah kita membunuhnya bu? Membiarkan mereka mati di saat mereka berusaha untuk tetap bertahan hidup." Batin Dewo terus bicara.

Tetapi, Ibu pasti akan tetap pada pendiriannya. Ibunda dengan kerasnya kehidupan juga telah tertempa dengan watak yang sangat keras. Ibu sangat sulit untuk di ubah keputusannya. Ya, Dewo tahu persis ibunda tak akan merubah pendiriannya.

Dewo teringat pertama kali berkenalan dengan Susi. Mereka berkenalan lewat sosmed. Berawal saling berkomentar lewat jejaring facebook. Tiba-tiba seakan ada kedekatan yang tidak biasa, mengepung Dewo dan Susi. Terjebak dalam perasaan yang sama dan akhirnya semakin dekat.


”Ayahku sakit. Ibuku yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibunda melanjutkan bisnis ayah, mengelola rumah makan. Ibunda juga mempunyai rumah sewaan, semua ibunda yang menanganinya."

Susi juga bercerita banyak tentang perpisahannya dengan suaminya karena perbedaan prinsip. Dan alasan mengapa Susi terpaksa bekerja sebagai penyanyi kafe semua untuk kebutuhan hidup saja. Dan menghabiskan siang untuk beristirahat, semua karena Susi tidak mendapatkan pekerjaan lain yang bisa menerimanya.


Dewo bisa menerima keadaan Susi, tapi tidak dengan ibundanya. Ibu Dewo ingin agar Dewo menikah dengan perempuan yang berpendidikan seperti dirinya juga bukan yang berstatus janda.


Kini rasa cinta yang cemas dan kegelisahan terhadap hasrat yang  bakal tidak sampai. Juga tentang status yang membuat ibundanya meradang.

Yang sebelumnya pernah disampaikan oleh Susi. Ya, Sebelum Dewo menyampaikan pada ibundanya, Susi juga pernah katakan bahwa kemungkinan penolakan dari pihak keluarga Dewo.

”Cobalah berpikir kembali. Pertimbangkan kembali, karena ada yang sangat tidak memahami kehidupan sepertiku." Susi pernah mengatakan itu.

Dan kini terbukti sudah, orang itu adalah Ibundanya sendiri. Ibunda tidak bisa menerima dan memahami kehidupan Susi, Ibunda tidak akan setuju dengan hubungan ini.


”Aku sayang kamu, Susi ..., tapi aku sangat menghormati ibundaku, aku tidak punya cara untuk membuat ibundaku mengubah keputusannya." Dewo benar-benar tidak berdaya menghadapi ibundanya.


Dingin malam kian mengigit, Dewo bergeming di trotoar itu. Kembali menyulut rokok menikmati hisapan-demi hisapan rokok dengan asap yang menggumpal sejenak menghilang di bawa angin malam.

Dewo ingin berteriak, "Susi aku mencintaimu!” Namun, kalimat-kalimat ibundanya sore menjelang senja itu terus membelenggu, seakan menyekat tenggorokan dan pita suaranya. Ingin memberontak tapi wajah Ibundanya sangat membuatnya ciut.

Awan hitam bergeming di langit malam, bintang menghiasnya hingga tampak pendar cahayanya begitu indah berkilauan. Dewo bangkit dari duduknya, pandangannya lama mendongak ke atas menatap dan mengagumi ciptaan sang Maha yang tak tertandingi indahnya.


"Tak ada yang mampu menandingi kuasa-Mu ya Allah, bila memang Susi jodoh yang Engkau siapkan untukku, mudahkan aku mendapatkan restu ibundaku, bila bukan dia untukku pertemukan
dia dengan yang terbaik dan jagalah dia selalu untukku." Lirih suara Dewo sambil melangkah pulang.

If You Enjoyed This, Take 5 Seconds To Share It

12 komentar:

  1. Sikap Dewo yang mengembalikan urusannya pada Allah swt adalah sikap terbaik. Restu bunda adalah kunci kebahagian.

    BalasHapus
  2. sosok Dewo ko mirip 11 - 12 dengan prilaku dan gaya saya banget ya....emang kudunya semua anak harus seperti Dewo (baca: saya sih)

    BalasHapus
  3. Lelaki pilihan deh si Dewo Mbak. Dia melihat perempuan dengan mata hatinya

    BalasHapus
  4. Restu ibu itu sangat penting, persoalan ini pasti banyak terjadi pada kaum pria maupun wanita. Jalan terbaik adalah serahkan segala urusan pada kehendak Illahi rabbi

    BalasHapus
  5. Semoga saja ibunya merestui tapi kalau tidak pasrah saja. Karena hati ibu tak akan tegaan.

    BalasHapus
  6. "Kriiiing kriiiiing" ponsel Dewo berdering.
    "Halo?"
    "Ibunda tidak akan pernah setuju!"

    BalasHapus
  7. semoga saja doanya dewo bisa terjawab.,
    semangat dewo aku mendukungmu.., hehe

    BalasHapus
  8. tak ada yang salah dengan tokoh di cerita ini, masing-masing punya alasan, hanya masalah waktu

    BalasHapus
  9. Kalau sudah terhalang oleh restu, itu susah...

    BalasHapus
  10. pada akhirnya toh semuanya kembali ke Allah. Pasrahkan semuanya pada Allah...

    BalasHapus
  11. Dewo.... ah....
    terkadang cinta kepada kekasih harus berbenturan dengan cinta dari orang tua...
    :)

    BalasHapus

Terima kasih untuk kehadirannya di blog Maya salam hangat dan persahabatan selalu