Kamis, 23 Februari 2017

Mendengar Suaramu Saja Sudah Membuat Aku Senang bag. 3

10 comments

Halo!!! Selamat pagi! Semoga sahabat jejakmayaku.com selalu dalam keadaan baik-baik saja ..., aamiin. Hem! Kembali hadir dengan cerber, semoga nggak bosan dengan ceritanya. "Apa? Bosen ya .... tidak apa-aps silahkan lewatkan cerita ini. Yang penasaran boleh cek cerita yang lalu yuk! Hehehe ..., terima kasih untuk suportnya.

Langit Palembang di senja ini tampak gelap. Awan hitam yang bergelayut seakan segera tumpah menjadi titik air yang akan membasahi kota empek-empek di senja ini. Matahari sudah tak terlihat sejak waktu ashar tiba. Aku duduk di teras rumah dengan secangkir teh hangat dihadapanku. Ku teguk tiga tegukan, hangatnya menyusuri tenggorokanku dan memberi kehangatan di senja yang terasa dingin.

"Jadi rencana mu besok?" Tanya Sely mengagetkanku.

"Iyo, kasihan mak kelamoan nunggu rumah dewek!" (baca*"Iya, kasihan ibu menunggu rumah sendirian!")

"Payulah, dak apo ..., Yank ..., awak naek kereto malam bae!" (baca*"Ayolah ..., tidak apa, kau naik kereta malam saja.")

"Idak Sel, aku nak naek mobil bae."(baca* "Tidak usah Sel, aku ingin naik mobil saja.")

"Pacak kau tulah amen mak itu!"

"Iyo Sel, payu kito masuk bae, lah nak azan mahgrib ini!"

"Lah hujan pulok harini!"

Sely dan Yank dua kakak beradik sepupu. Sely meminta Yank untuk datang ke Palembang. Dulu semasa SMU Sely dan Yank satu sekolah. Mereka sangat akrab. Kedua orang tua Sely sudah lama tiada. Sely melanjutkan usaha kedua orang tuanya. Usaha toko oleh-oleh khas Palembang yang dikelolanya sekarang sudah kian berkembang. Sely juga sudah bisa membeli rumah dan kendaraan sendiri. Sely anak tunggal tidak pernah melupakan Yank dan ibu Yank meski usahanya semakin maju. Ibu Yank adalah adik dari ayah Sely. Sely kerap mengirimkan uang dari keuntungan usahanya, karena menurut Sely usaha yang dikelolanya adalah usaha keluarga dan ibu Yank berhak mendapatkan hasil dari usaha itu. Meski ibu Yank sendiri tidak pernah meminta apa-apa dari usaha itu. Bahkan ibu Yank sering menolak.

Ayah Yank sudah lama meninggl dunia sejak penyakit lever yang di derita ayah Yank semakin parah. Ayah Yank semasa hidupnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bagi ibu Yank uang pensiunan yang ditingglkan oleh ayah Yank sudah lebih dari cukup. Walau tanpa kiriman dari Sely. Sely keponakan satu-satunya. Bagi Sely ibu Yank juga adalah ibunya juga.

Azan maghrib berkumandang, terdengar jelas dari tempat tinggal Sely, masjid tidak jauh dari rumah Sely. Hujan mulai turun sangat derasnya Sely dan Yank menunaikan kewajibannya shalat mahgrib bersama.

Tampak bibi Ros menyiapkan makan malam, pindang khas pegagan kesukaan Yank dan Sely. "Payu bi Ros, kito makan serempak, lemak nian pecaknyo hehehe ..." Ajak Sely. (baca* "Ayo kita makan bersama, sepertinya enak banget hehehe ...")

"Kapan Sel, awak nak nikah?" (baca* "Kapan kau mau menikah?")

"Ai! Tunggu bae ..., amen lah waktunyo gek, hehe ...." (baca* "Ah! Tunggu sajalah ..., kalau sudah waktunya nanti hehehe ....")

"Dak usah lamo-lamo pacaran tuh, dak ilok ... hahaha ..." (baca* "Tidak bagus pacaran lama-lama, hahaha ....")

"Sudah ah! Banyak kecek kau nih Yank, habiskelah pindang tu!" (baca* "Sudahlah banyak bicara kau Yank, habisin pindangnya tuh!")

Mereka menikmati santap malam sambil diseling canda. Begitulah keakraban yang selalu terjalin sejak kecil. Bahkan waktu kecil mereka sering dikira saudara kembar. Sely dan Yank sering memakai baju yang sama. Kebiasaan menggunakan pakaian kembar ini masih mereka lakukan sampai sekarang.

Beda dengan usaha yang dikelola oleh Sely yang kian hari kian maju, tapi tidak dalam soal percintaan, Sely merasa kurang beruntung bahkan tidak begitu memikirkannya. Dia sangat sibuk dengan usahanya. Dulu semasa SMU Sely pernah menjalin hubungan dengan seorang pria yang segera akan menikahinya kalau Sely tamat SMU, tapi restu dari kedua orang tua Agus kekasihnya tidak didapatkan. Agus dan Sely sangat kecewa. Sely di ajak menikah walau tanpa restu orang tua Agus, tapi Sely menolak. Dengan berat hati Sely merelakan Agus menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.

Jam di dinding berbunyi sepuluh kali, Yank dan Sely asyik ngobrol tentang banyak hal, bahkan ada cerita yang sempat mereka ulang-ulang karena mengingat kelucuannya. Tawa kedua wanita ini seakan tak pernah merasakan kesedihan.

Bi Ros yang sudah tertidur di depan televisi di atas kursi dengan remote masih dipankuannya, sementara televisi masih menyala. Sely tersenyum melihat bi Ros dan beranjak membangunkannya, "bi, bangunlah! pindah ke kamar." Bibi Ros sudah lama tinggal bersama Sely tampak menggeliat dan mengusap wajahnya yang keriput karena usia senja lalu perlahan beringsut menuju kamarnya.

Bi Ros sudah lama membantu dan tinggal bersama Sely, bahkan sejak kedua orang tua Sely masih hidup. Bi Ros pernah berkeluarga, tapi rumah tangganya tidak berumur panjang. Suami bi Ros meninggal saat terjadi kecelakaan bis yang ditumpanginya. Waktu itu mang Udin suami dari bi Ros, bi Ros sendiri dan anaknya Hani namanya, kembali dari menjenguk orang tua dari mang Udin di Bengkulu. Terjadi kecelakaan maut yang merenggut nyawa suami dan buah hati bi Ros. Bi Ros juga sempat kritis namun Allah masih memberi umur panjang padanya. Keluarga Sely membantu semua perawatan bi Ros di rumah sakit termasuk pemakaman suami bi Ros dan buah hati bi Ros. Atas keinginan bi Ros sendiri, ia memilih untuk tetap tinggal dan membantu pekerjaan Sely.

Tak lama berselang Yank juga minta izin pada Sely untuk tidur, meski sebenarnya Yank belum merasa mengantuk. Tapi Yank ingin agar Sely beristirahat karena besok tentu Sely akan sangat sibuk mengurus toko oleh-oleh yang ia kelola, meskipun Sely mempunyai dua karyawan yang membantunya.

"Sel, aku tidur ya ..., sudah malam."

"Eh! Sebentar Yank! Besok aku lupa." Sely masuk ke biliknya dan kembali keluar bilik membawa baju piyama berwarna pink dan tas kulit berwarna merah marun. "Yank, ini aku sengaja beli duo-duo (baca* dua-dua)" Sely menujukkan pada Yank. "Ambilah piyama pink ini satu untukmu dan tas ini juga satu untukmu, masih suka warna merahkan? Ingat nggak dulu kita sering disebut saudara kembar hahaha ...." Sely tertawa lebar hingga terlihat giginya yang ginsul.

"Aduh! Sel nggak usah repot gitulah! Ya, aku ingat semua mana mungkin aku lupa."

"Aku sengaja membelinya sebelum engkau sampai di Palembang, emang sih! Kamu pasti punya yang lebih bagus dari ini, apalagi kau habis shoping di Bandung!"

"Eh! Nggak sempat Sel! Ke Bandung kerja bukan shoping, ok aku pasti senang dengan pemberianmu, maaf ya aku nggak punya oleh-oleh untukmu." Suara Yank sedikit bergetar ada rasa haru saat menyambut pemberian dari Sely. "Sel, terima kasih ya." Yank dan Sely berpelukan, entah mengapa tiba-tiba saja air mata Yank tertumpah membasahi pipi dan sempat membasahi pundak Sely.

"Loh! Kok nangis? Ih! Cengeng! Sudah sana bobo!" Sely tak ingin Yank melihat air matanya yang juga sempat tertumpah dipipinya. Sely berbalik menuju kamarnya.

Yank merebahkan tubuhnya di dipan. Setelah sempat mengganti bajunya dengan baju piyama pink pemberian Sely. Yank bangkit lagi bermaksud membersihkan wajahnya. Dengan rasa malas Yank membuka handpone miliknya yang masih dalam posisi mode pesawat, ini sudah menjadi kebiasan Yank memperlakukan hanphone miliknya akhir-akhir ini. Terlebih lagi dalam suasana bahagianya dengan sepupunya yang sangat jarang bersua. Yank merasa trauma dengan teror-teror yang pernah dilakukan Joko. Ada beberapa pesan masuk di BM dan WA. Matanya terhenti pada pesan Joko. "Heeemmmmhh ....!" Desah Yank membuang gumpalan sesak yang terasa menghimpit dada.

"Maaf baru buka hp."

"Alhamdulillah akhirnya sampean balas pesanku." Hanya hitungan detik balasan dari Joko.

"Kirain sudah tidur!"

"Aku menunggu pesan darimu, mana bisa aku tidur Yank!"

"Maaf."

"Tidak apa."

"Terima kasih."

"Sama-sama, Yank belum ngantukkan?"

"Ada apa?"

"Kasih izin aku telpon ya Yank."

"Ngetik saja, akan aku balas!"

"Sebentar saja, aku ingin mendengar suaramu."

"Hem, suaraku kenapa?"

"Aku kangen Yank, mendengar suaramu saja sudah membuat aku senang."

"Ada-ada saja mas."

"E ..., e..., ini benar Yank, bolehkan?"

Aku lihat jam di dinding kamar. "Mas ini sudah jam setengah sebelas, sudah malam."

"Iya Yank aku tahu, aku minta maaf biar aku tunggu sampai kau mau menerima telpon dariku."

Yank jadi tidak enak membaca pesan itu, ada rasa menyesal. Yank menghirup udara dalam-dalam hingga seolah udara memenuhi rongga dadanya. Teringat semua ancaman Joko yang sempat membuat Yank bergidik diselimuti ketakutan. "Aaaaahhh ....!" Yank kesal.

Kembali diambilnya handphone yang sudah ia letakkan di atas kasur dan mengirim pesan singkat lewat WA untuk Joko. "Baiklah."

"Boleh Yank? Aku tidak ingin memaksa kok, kalau tidak sekarang lain waktu juga tidak apa yang penting sampean tidak marah padaku."

"Kalau tidak mau ya sudah!"

"Yank tentu saja aku mau, aku selalu menunggu untuk bisa mendengar suara sampean."

"Ya sudah sebelum aku berubah pikiran."

"Ya Yank terima kasih."

Yank duduk di depan cermin melakukan ritualnya sebelum tidur (baca* membersihkan wajah, menggunakan krim malam dsb.) Sebelumnya Yank memasang headshet terlebih dahulu.

"Assallamuallaikum Yank ...." Suara Joko membuka percakapan.

"Waallaikumsallam mas ...."

"Alhamdulillah .... Akhirnya aku bisa kembali mendengar suaramu Yank. Rasanya hati ini tentram adem Yank. Halo ...." Joko mengira Yank tak mendengarkan suaranya.

"Ya, kenapa?"

"Hehehe, tak kira sampean tidak mendengarkanku Yank?"

"Huh! Apa yang mas harapkan dari aku?"

"Ya aku senang dan sangat menikmati hubungan ini, aku ingin kita tetap selalu baik sampai kapanpun. Kalau memang kita berjodoh aku yakin pasti Allah punya cara untuk mempertemukan kita ....."

"Kalau tidak?" Yank masih duduk di depan cermin dengan kapas ditangan kanannya.

"Ya pokoknya sekarang aku sayang sampean sampai kapanpun aku akan tetap begitu ..., untuk selanjutnya kita serahkan pada yang Maha Kuasa ..., aku minta sama sampean jangan memutuskan hubungan kontak dengan aku, aku bisa gila Yank kalau kesulitan mengontakmu! Bisakan Yank?"

"Inshaallah..."

"Seperti beberapa hari lewat sampean blokir akunku, jangan lagi ya Yank! Mengertilah perasaan aku!"

"Oh! Mau kembali mengancamku!

"Bukan! Aku tidak bermaksud begitu, mana mungkin itu aku lakukan pada orang yang aku sayang!"

"Lah! Nyatanya?"

"Jangan lagi salah mengerti Yank! Aku tidak ingin hilang kontak denganmu!"

"Apa yang bisa aku buat untuk hubungan yang aneh ini?"

"Aku ingin sampean bisa menikmati dan menjalani sewajarnya, ini tidak aneh Yank!"

"Bagaimana tidak aneh mas?"

"Yank, aku tulus ..., meski aku belum pernah melihat wujud aslimu, rasa ini tulus! Aku tidak meminta banyak darimu, aku ingin agar hubungan ini bisa tetap terjaga dengan baik, tidak saling merendahkan ..., aku menghormati sampean ..., aku tidak pernah jatuh cinta pada wanita di medsos sebelum ini!"

"Aku harus percaya?"

"Pahamilah Yank!"

"Aku bingung! Beri aku waktu ..., mas sudah makin malam ..., aku harus tidur!"

"Ya Yank, oh iya berapa lama sampean di Palembang?"

"Besok rencana pulang kampung."

"Oh! Ya sudah hati-hati Yank, jangan lupa selalu berdoa setiap saat. Aku menjagamu lewat doa-doaku untukmu dari sini."

"Ok, terima kasih."

"Sama-sama, assallamuallaikum ..., selamat istirahat ya ...."

"Waallaikumsallam ...."

Bersambung ....
If You Enjoyed This, Take 5 Seconds To Share It

10 komentar:

  1. Mmm.. Begitu rupanya..??
    Sang pujaan hati belum juga membuka pintu hatinya untuk joko..!

    Kira2 masih ada ganjalan apalagi ya, dari si pujaan hati?? 😪

    BalasHapus
  2. Bikin gemes cerita ini Yank pura-pura atau memang nggak suka sama Joko
    ya bikin penasaran bingit nieh cerber

    BalasHapus
  3. ahaaa.!Sely., sely itu masakan bibi Ros sudah matang.., betul.., betul., betul.! hehe


    "Iyo Sel, payu kito masuk bae, lah nak azan mahgrib ini!" (iya Sel, ayuk kita masuk aja, sebentar azan magrib ini)

    "Lah hujan pulok harini!" (lagian hujan pula hari ini!) kata si Yank menjelaskan.., haha


    Suka bahasanya.., mau donk aku di ajarin bahasa palembang.., biar aku bisa mengisi suara di film Upin & Ipin.., hehe

    BalasHapus
  4. pehh, makan pempek dan tekwan bun, mas tunggu di palembang ..:)

    BalasHapus
  5. Yang punya blog orang Palembang? Ada bahasa daerahnya ceritanya yah bikin penasaran lumayan panjang nggk cape ngetiknya yah

    BalasHapus
  6. Yah... Untung aja udah ditranslate ke bahasa indonesia, bahasa daerahnya. Jadi paham dech, dengan dialognya.

    Di episode ini, tadinya aku rasa cuma ngebahas Yank bersama Sely.
    Eh, ternyata mas Joko muncul juga di akhir cerita. Hehe

    BalasHapus
  7. Awalnya cerita ini saya pikir menceritakan keakraban dua sepupu eh taunya tema ceritanya di bagian akhir cerita
    ini cerber ? Ditunggu sambungannya

    BalasHapus
  8. Bagus ini ceritanya. Kirain bahas soal kekeluargaan gitu sampe akhir.

    Eh ternyata ada kisah asmara yang ternyata itu belum pernah lihat wujud aslinya.

    BalasHapus

Terima kasih untuk kehadirannya di blog Maya salam hangat dan persahabatan selalu